More About Me...

Lorem ipsum dolor sit amet, nisl elit viverra sollicitudin phasellus eros, vitae a mollis. Congue sociis amet, fermentum lacinia sed, orci auctor in vitae amet enim. Ridiculus nullam proin vehicula nulla euismod id. Ac est facilisis eget, ligula lacinia, vitae sed lorem nunc. Orci at nulla risus ullamcorper arcu. Nunc integer ornare massa diam sollicitudin.

Another Tit-Bit...

Lorem ipsum dolor sit amet, nisl elit viverra sollicitudin phasellus eros, vitae a mollis. Congue sociis amet, fermentum lacinia sed, orci auctor in vitae amet enim. Ridiculus nullam proin vehicula nulla euismod id. Ac est facilisis eget, ligula lacinia, vitae sed lorem nunc.

MENYIKAPI PERKEMBANGAN PENEGAKKAN HUKUM TERKAIT KASUS-KASUS KORUPSI DI BANTEN

Dalam menyikapi perkembangan penegakkan hukum khususnya ranah hukum pidana terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, rasanya perlu untuk mengutip beberapa pendapat para pakar yang relevan berkenaan dengan persoalan-persoalan korupsi baik diseluruh Indonesia maupun di Porpinsi Banten. Melalui pendapat-pendapat para pakar kita dapat mengukur (Propinsi Banten) berada di posisi yang mana.

Harkristuti Harkrisnowo sebagaimana yang dikutip oleh I Putu Gelgel menyatakan bahwa “ stigma negatif masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Indonesia dewasa ini merupakan suatu situasi yang sangat menyedihkan semua pihak. Hukum di Indonesia solah telah mencapai titik nadir, telah mendapat sorotan yang luar biasa, dari dalam negeri maupun internasional. Proses penegakkan hukum acap dipandang bersifat diskriminatif, inkonsistensi dan mengedepankan kepentingan kelompok tertentu”, (Muladi, 2005:35). Sementara perkembangan penegakkan hukum dalam hal tindak pidana korupsi di Banten merupakan hal yang menarik untuk diikuti, tengok saja misalnya demo yang dilakukan oleh sejumlah masa yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa terkait mandegnya proses sejumlah perkara mengenai dugaan korupsi di Banten. Kemudian disinyalir adanya “saling lempar bola panas”, misalnya ada perkara yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan yang kemudian dikembalkan lagi ke pihak kepolisian dengan petunjuk tertentu untuk dilengkapi yang dalam ilmu hukum pidana disebut prapenuntutan. Jika ini terjadi berulang-ulang ujung-ujungnya adalah Surat Penghentian Penyidikan karena dianggap tidak cukup bukti.

Di sisi lain perkara tindak pidana korupsi yang telah cukup bukti sekalipun akhirnya mendapat putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum karena hakim beralasan tidak cukup bukti atau bukan merupakan tindak pidana korupsi hanya kesalahan administrasi, putusan ini tentu janggal dan merusak keadilan bagi pelaku yang lain yang dikenakan sanksi pidana dalam kasus yang sama. Belum lagi tentang pengembalian uang hasil korupsi, berapa jumlah uang pengembalian hasil korupsi tersebut sampai saat ini belum jelas, padahal itu hak rakyat untuk mengetahui.

Bertolak dari persoalan-persoalan tersebut di atas, kiranya tepat apa yang katakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa “para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan juga pengacara) ibaratnya mau berjuang, seharusnya maju bersama-sama maju ke medan perang memenangkan perjuangan. Ibaratnya satu pasukan kita hanya punya satu pasukan yaitu pasukan Indonesia, bukan pasukannya jaksa, pasukannya hakim, pasukannya polisi atau pasukannya advokat, yang masing-masing sibuk mengamankan bidangnya sendiri-sendiri”.

Perlu Kerja Sama yang Baik.

Agar penegakkan hukum dalam ranah pidana khususnya masalah-masalah korupsi, perlu adanya kerja sama yang baik dari semua unsur penegak hukum. Hal ini menjadi penting karena kunci pokok menuju sukses dalam penegakkan hukum akan banyak bergantung pada peran penegak hukum. Betul bahwa pilar-pilar pokok keberhasilan suatu penegak hukum paling tidak bergantung pada tiga hal pokok yaitu undang-undangnya, penegak hukumnya dan kesadaran hukum masyarakatnya. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan undang-undang yang sangat keras dalam mencantumkan sanksi, di mana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi hukuman mati. Namun sanksi tersebut dapat dijalankan atau tidak itu bergantung pada penegak hukumnya, begitu juga dengan kesadaran hukum masyarakat akan bergantung pula pada contoh yang diberikan oleh para penegak hukum, jika penegak hukum tidak memberikan contoh yang baik, maka akan sulit mengharapkan adanya kesadaran hukum masyarakat. Jadi peran penegak hukum memiliki peran yang sangat sentral. Di tangan para penegak hukumlah hukum itu dipertaruhkan.

Para penegak hukum harus mau dan mampu duduk bersama untuk menyelesaikan perkara-perkara korupsi yang semakin hari semakin akut, ibarat virus, korupsi merupakan virus yang lebih ganas dari virus manapun di dunia ini. kalau virus lain hanya merusak manusia yang bersangkutan, sedangkan virus korupsi dapat merusak seluruh sendi-sendi kehidupan dan merusak hak-hak perekonomian rakyat. Kebersamaan para penegak hukum itu harus dilandasi dengan tekad yang berlandaskan integritas dan moralitas yang tingi serta diikuti oleh Profesionalisme intelektual yang tinggi pula. Sebab menurut Suwandi kualitas intelektual tanpa diimbangi dengan integritas akan dapat mengarah pada rekayasa yang tidak dilandasi moral. Sementara integritas saja tanpa profesionalisme bisa menyimpang ke luar dari jalur-jalur hukum (Muladi, 2005:47).

Mengenai pentingnya integritas moralitas dan profesionalime intelektual dalam penegakkan hukum pidana, kita dapat melihat satu kasus yang dilakukan oleh jaksa Urip Tri Gunawan dalam penanganan kasus BLBI, atau kasus-kasus yang lain di mana penegak hukum ternyata melakukan korupsi pada saat pemeriksaan terhadap tersangka yang diduga melakukan korupsi. Jika saja integritas moralitas dan profesionalime intelektual dimiliki oleh setiap penegak hukum, tentu kasus-kasus itu tidak perlu terjadi.

Hilangkan Segala Bentuk Diskriminasi

Hukum pada hakikatnya adalah menciptakan persamaan, artinya setiap orang bersamaan kedudukannya di hadapan hukum, ini berbeda dengan hakikat keadilan karena keadilan tidak menyamaratakan tetapi secara berimbang (proporsional) adil untuk si A belum tentu dirasakan adil oleh si B. Karena hukum hendak menciptakan persamaan di hadapan hukum, maka perilaku penegak hukum juga tidak boleh diskriminasi dalam hal penegakkan hukum. Siapapun yang bersalah sanksi hukum harus diterapkan dan penerapan itu harus melalui proses yang benar dan patut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Jika penegakkan hukum dilakukan secara diskriminasi, itu artinya telah merusak hakikat hukum yang menghendaki persamaan dihadapan hukum yang berkeadilan. Oleh karenanya penegakkan hukum pidana di Banten tidak boleh memihak pada kekuasaan atau pada orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Jika keberpihakan itu dilakukan maka pemberantasan korupsi adalah tidak lebih dari sebuah angan-angan.

Berkaitan dengan perilaku anti diskriminasi dalam penegakkan hukum khususnya masalah tindak pidana korupsi, para penegak hukum hendaknya memahami betul sifat korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa ini. Oleh karena itu, dalam hal penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam tindak pidana korupsi harus didahulukan dari tindak pidana lainnya guna penyelesaian secepatnya. Di sisi lain dalam penanganan perkara-perkara korupsi hendaknya tidak ada kesan ditutup-tutupi, karena merupakan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum, yang semuanya itu diatur dalam undang-undang mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jadi sekali lagi untuk menciptakan iklim yang sehat dalam penegakkan hukum ada beberapa hal penting yang harus menjadi titik perhatian, yaitu peningkatan sumber daya manusia bagi para penegak hukum, sehingga menjadi penegak hukum yang memiliki integritas moralitas yang tinggi dan disertai dengan peningkatan profesionalisme intelektual. Peningkatan tersebut harus juga diikuti oleh tumbuh kembangnya semangat kebersamaan dari para penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga tidak ada lagi kesan “saling lempar bola panas” atau adanya kesan kasus yang ditutup-tutupi. Dengan semangat kebersamaan tersebut maka tidak ada lagi “dusta diantara kita” dalam hal penegakkan hukum pidana terutama dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesi khususnya di Banten. Penegak hukum juga harus menyadari bahwa segala tindakannya selalu diperhatikan oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara yang tertinggi, oleh karenanya tidak boleh ada penegak hukum yang merapatkan diri pada kekuasaan yang pada akhirnya penegakkan hukum terkait tindak pidana korupsi hanya melukai perasaan keadilan bagi masyarakat. Hukum bukan hanya milik penguasa atau mereka yang dekat dengan kekuasaan, tapi hukum milik setiap orang tanpa harus memandang jabatan atau kedudukan sesorang, dan yang lebih penting lagi adalah dalam penegakkan hukum harus mampu menjangkau rasa keadilan yang dapat dirasakan oleh setiap masyarakat tanpa kecuali. Dengan penyelanggaraan keadilan, hukum (hukum pidana) akan mudah mencapai tujuannya yaitu menciptakan ketertiban masyarakat.




0 comments:

Post a Comment



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent