SAIFUL JAMIL , POLITIK LATAH ?
Tampaknya tiru meniru sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat bangsa Indonesia, yang kemudian menjadi hal yang tak bisa dipisahkan dari keseharian masyarakat kita. Beberapa bukti empirik bisa dikedepankan sebagai suatu contoh yang menjadi kenyataan ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya. Misalnya meniru para tokoh agama kondang yang kemudian dijadikan modal untuk mendapatkan keuntungan komersial, sebut saja misalnya KH. Zaenudin M.Z. dan Aa Gim yang selalu ditirukan gayanya oleh selebritis yang kemudian si penirupun menjadi kondang bahkan lebih kondang dari yang ditirukan. Bahkan tak tanggung-tanggung peniruan juga sampai merambah pada pribadi-pribadi yang mengaku dirinya nabi tanpa dilandasi oleh pemahaman agama yang benar, yang akhirnya dapat menyesatkan orang lain yang sudah terlanjur mempercayai bahwa dirinya adalah seorang nabi.
Bukti-bukti empirik lainnya adalah peniruan terhadap hasil-hasil produk tertentu, padahal peniruan itu sangat membahayakan bagi orang lain, sehingga kemudian ini menjadi kasus hukum. Peniruan itu misalnya pada pelbagai produk makanan dan obat-obatan, sehingga ibu-ibu di Indonesia dipaksa harus jeli terhadap produk-produk yang ia beli demi kesehatan dan keselamatan keluarganya. Peniruan ini tampaknya juga didorong oleh kelatahan sosial yang tampaknya menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Di mana seolah-olah dia akan menjadi berharga kalau bisa menirukan orang lain, tak peduli itu dapat merugikan orang lain termasuk orang yang ditirukannya.
Namun ternyata peniruan itu tidak berhenti pada bukti-bukti empirik tersebut diatas, karena ternyata dalam panggung politikpun terjadi peniruan-peniruan, setelah Rano Karno dan Dede Yusuf sukses menarik simpati masyarakat Tangerang dan Jawa Barat, kini giliran Saiful Jamil (artis Dangdut) meniru jalan yang sudah ditempuh oleh kedua tokoh dari kalangan artis tersebut. Tentu lain Rano Karno dan Dede Yusuf lain pula dengan Saiful Jamil, karena prestasi sosial diantara mereka juga sangat berbeda.
Politik latah.
Sesungguhnya keikutsertaan Saiful Jamil dalam dunia politik untuk memimpin Kota Serang ke depan adalah hal yang wajar dan bukan barang haram dalam dunia demokrasi. Karena semua itu menjadi hak politik bagi setiap orang untuk dipilih sebagai pemimpin dan memilih seorang pemimpin. Namun demikian yang menjadi persoalan adalah untuk menjadi seorang pemimpin ketenaran saja tidaklah cukup tetapi yang harus lebih diperhatikan adalah kemampuan dalam konteks kepemimpinan. Terlebih kota Serang adalah wilayah Banten yang sangat membutuhkan pemimpin yang islami yang tidak mengabaikan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam yang ada di kota Serang demi kemakmuran masyarakat kota Serang.
Betul bahwa untuk menjadi pemimpin, seperti yang dikatakan oleh tokoh muda bangsa Indonesia yaitu Anas Urbaningrum adalah mereka harus dikenal, kemudian di suka seterusnya dicinta dan pada akhirnya dipercaya. Untuk tahap pertama tak dapat dielakkan bahwa Saiful jamil adalah artis muda yang cukup dikenal, tetapi persoalan selanjutnya apakah ia disuka, dicinta dan dapat dipercaya merupakan hal yang menurut saya ini masih membutuhkan waktu yang panjang dalam pembuktiannya. Tidak sesaat dan serba sim salabim ada kadabra.
Jika eksistensi sorang Saiful Jamil dalam dunia politik menuju pemimpin kota Serang hanya didasarkan pada aspek ketenarannya semata, tanpa dilandasi oleh aspek lain yang justru sangat penting untuk menjadi pemimpin, maka saya berfikir ini tak lebih dari politik latah atau dagelan politik melalui panggung PILKADA. Semoga tidak demikian.Read more!