
DEMOKRASI, ISLAM DAN FPI
Demokrasi secara maknawi dalam tataran bahasa adalah berasal dari kata “demos” dan “cratos”, yang berarti kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Dengan demikian berarti kedaulatan tertinggi berada sepenuhnya di tangan rakyat, oleh karenanya ruang kebebasan bagi rakyat dalam mengawasi pemerintahan mendapatkan tempat yang luas.
Konsekuensi logis dari sistem demokrasi adalah rakyat diberikan kebebasan dalam menentukan arah kebijakan suatu pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, berdasarkan suara mayoritas tanpa menyampingkan suara minoritas.
Namun demikian kebebasan itu harus dibingkai dengan niulai-nilai hukum yang berlaku, sehingga tidak ada perbenturan antara hak yang satu dengan hak yang lainnya. Salah satu bentuk kebebasan itu ialah kebebasan berpendapat dan kebebasan dalam rangka menjalankan agama yang diyakini kebebarannya.
Islam sejauh yang saya kenal adalah Islam yang selalu merunut kepada “rahmatan lil ‘alamin”, yaitu rahmat bagi semesta alam, namun demikian “rahmatan lil ‘alamin”dalam pandangan Islam tentu harus dibingkai oleh nilai-nilai hukum berlandaskan Alqur’an dan Sunah sesuai yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam memahami tatanan demokrasi, Islam sangat menekankan pada musyawarah dalam mengambil suatu keputusan untuk kepentingan masyarakat secara luas, musyawarah itu sendiri dijalankan dengan tetap menghargai perbedaan-perbedaan, sepanjang perbedaan itu tidak merusak suatu akidah sesuai ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam telah menunjukkan arti suatu kebebasan beragama melalui Piagam Madinah yang menjadi sumber atau bukti yang tak dapat dibantah, betapa Islam memberikan ruang toleransi yang demikian besar terhadap agama selain Islam.
Dengan demikian maka, secara sistem Islam merupakan agama yang meletakkan dasar-desar demokrasi sebelum abraham Lincoln, josefh A. schmeter dan pakar-pakar yang lain merumuskan suatu konsep pemikiran mengenai apa itu demokrasi.
FPI dan Keberagaman Beragama
Jaminan atas kebebasan beragama menjadi bagian dari jaminan UUD 1945, yang harus dihormati oleh setiap elemen masyarakat bangsa Indonesia. Dengan penghormatan atas konstitusi kita tersebut maka, gesekan-gesekan terhadap pemahaman keagamaan tidak perlu menjadi friksi sosial yang pada akhirnya menjadi keretakan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apa yang dilakukan oleh FPI terhadap aliansi kekebasan beragama secara hukum tidak dapat dibenarkan, hukum mengatur seluruh kehidupan masyarakat tanpa terkecuali, pengaturan hukum tersebut bermuara pada tujuan hukum yaitu ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. Di samping itu bahwa Islam yang saya kenal adalah ajaran yang membentangkan kedamaian. Musyarawarah (komunikasi) merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam dalam menyelesaikan persoalan.
Bentuk kekerasan dalam menyampaikan suatu persoalan bukan jalan yang dibenarkan baik secara hukum positif maupun berdasarkan ajaran Islam. Islam menegaskan bahwa dalam menyampaikan suatu kebenaran harus dengan jalan yang “ma’ruf”, bukan dengan kekerasan. Jalan kekerasan hanya akan membuat orang lari dari suatu kebenaran.
Pemerintah juga tidak boleh hanya menyalahkan FPI secara menyeluruh, karena kemarahan tersebut terindikasi oleh adanya ajaran yang dianggap sesat oleh elemen umat Islam yaitu ajaran Ahmadiyah. Secara demokrasi umat terbesar telah memberikan fatwa bahwa ajaran itu sesat, yang seharusnya pemerintah segera mengambil sikap sehingga tidak terjadi gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Namun demikian FPI dan ormas Islam yang lain tidak boleh mengambil tindakan main hakim sendiri, karena sekali lagi negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan sehingga segala sesuatunya harus berjalan berdasarkan pijakan hukum yang berlaku. Segala bentuk tindakan melawan hukum harus dapat diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku.
0 comments:
Post a Comment